Rabu, 13 Februari 2013

I Miss You, We Miss You More


"Gawat...kangen berat nih, ma..."
"Kangen kalian nih disitu..."
"Kangen dua boru Purba eee..."
"Hai ma, I miss you so much..."

Yeah...seperti kutipan lirik lagu Sabda Rindu milik Glenn Fredly
"....lebih baik katakan apa adanya bila memang rindu...karena waktu takkan mampu berpihak pada perasaan yang meragu...."

"We miss  you more, papaku..."
"I miss you more than you..."
"Su rindu skali eee..."
"Selamat kangen..."

(tarik napas panjang  dan dalam) masih tiga hari lagi...

Saling merindukan itu anugerah.


Rabu, 06 Februari 2013

Balada Istri Pekerja Tambang


Saya ingat waktu kami, saya dan suami menjalani hubungan jarak jauh selama 2 tahun sebelum pernikahan, saya pernah berkata pada diri saya sendiri jika nanti sudah menikah, saya tidak mau hidup berjauhan dengan suami.  Kemanapun suami bertugas, mau ke pedalaman sekalipun saya mau ikut.

Awal-awal menikah sih bisa ikut suami sampai anak pertama lahir dan bertumbuh sampai usia 7 bulan. Setelah itu karena suami pindah ke tempat kerja baru yang tidak memungkinkan untuk membawa keluarga, dengan "terpaksa" saya harus terpisah jarak dengannya. Suatu keputusan yang berat bagi kami.

Jika disuruh memilih antara tetap tinggal di kota sementara terpisah dengan suami yang bekerja beberapa minggu saja, atau memilih tinggal bersama-sama di tempat pekerjaan di daerah pedalaman dengan kondisi anak-anak yang masih balita. Saya tetap memilih ikut suami. Ke pedalaman pun tak apa. Idealnya hidup sebagai keluarga yang utuh. Susah senang dirasakan bersama-sama. Idealnya begitu. Kami telah membahas dan mempertimbangkan banyak hal. Demi apa? Tentu saja demi masa depan anak-anak dan keluarga.

Sampai saya menulis ini tidak terasa kami sudah menjalani berumah tangga jarak jauh 2,5 tahun. Inilah hidup. Mari kita nikmati saja dengan rasa syukur yang besar. Tidak perlu memikirkan pendapat orang yang katanya pekerja tambang disana suka main perempuan. Tidak takutkah? Saya jawab tidak. Katanya anak-anak bisa gampang jatuh sakit jika berjauhan dengan papanya. Tidak kuatirkah? Saya jawab tidak.

Karena saya punya pengharapan dalam doa. Sudah terbukti bahwa doa yang mendekatkan saya dan suami, anak-anak dengan papanya. Selain teknologi komunikasi tentunya. Doa meneguhkan iman kami untuk tetap menjaga kepercayaan dan kesetiaan masing-masing. Karena saya dianggap mampu menjalani hubungan jarak jauh ini, maka saya pun diberi kekuatan untuk mengalaminya.

Puji Tuhan malahan banyak yang mengatakan, kami bisa terus seperti pengantin baru. Puji Tuhan ini bonus buat kami...


Jumat, 01 Februari 2013

Jauh Di Mata, Tetap Dekat Karena Doa


Beberapa hari yang lalu anak saya yang kedua, Sharon (Aon) sakit demam dan harus dirawat di Rumah Sakit. Sepele ya...Hanya demam biasa saja sampai dirawat 6 hari. Sebenarnya tidak sepele karena Aon pernah punya riwayat satu kali kejang pada akhir Desember yang lalu sehingga saya menjadi kuatir ketika  dua malam berturut-turut panasnya tidak turun-turun juga. Suhunya tetap kekeuh di angka 38.

Saya panik, gemetaran, bingung juga. Keadaan menjadi semakin melow dengan kesendirian saya di rumah tanpa suami yang sedang bekerja jauh di luar pulau. Suami pun jadi tidak tenang bekerja disana. Tetapi ia masih bisa menyarankan saya untuk berdoa setelah itu putuskan apa yang harus dilakukan.

Malam kedua, akhirnya saya bawa Aon ke IGD Rumah Sakit yang tidak jauh dari rumah. Dan mulai rawat inap. Oh untuk kedua kalinya dia harus diinfus lagi. Padahal belum genap sebulan jarak dari lepas infus pertama. Saya hanya bisa memeluknya kuat ketika teriak tangisnya mulai memekak. Angka 38 masih saja betah diketiaknya Aon.

Bersyukur mendapat dokter spesialis anak yang baik. Menurut saya baik karena tidak memberi banyak obat untuk Aon yang masih berumur 1 tahun 9 bulan. Hanya obat penurun panas saja. Hasil periksa darah juga menunjukkan semuanya baik. Tidak ada tanda-tanda demam berdarah atau penyakit lainnya. Penyebabnya hanya virus biasa, gejala batuk dan pilek.

Malam ketiga, saya malah mendapat nasehat dari orang tua dan mertua supaya Aon dipindahkan saja ke rumah sakit lain yang lebih baik. Suami pun ikut terpengaruh. Tetapi saya bersyukur suami masih bijaksana untuk menyerahkan sepenuhnya pada saya yang lebih tahu kondisi Aon saat itu. Saya katakan padanya, bahwa saya percaya dengan yang dikatakan dokter. Aon baik-baik saja hanya karena virus biasa. Dokter tidak memberikan antibiotik. Tinggal saya saja yang harus lebih bersabar.

Suami mendukung keputusan saya. Dan ini sungguh menyemangati saya mengurus Aon sebaik mungkin. Meneteki ASI sambil mengompres, menyuapi, bergadang tiap malam sudah pasti, lelah fisik, lelah hati, mata sembab, kusut.  Saya rasa semua Ibu pasti mengalami hal yang sama saat anak sedang sakit. Bahkan ketika anak susah untuk makan dan minum obat. Kesabaran benar-benar diuji dan hikmatlah yang diminta bagaimana caranya supaya anak mau makan dan minum obat.

Sungguh bersyukur Tuhanku masih dapat diandalkan. Keadaan kami sekeluarga yang berada pada tempat terpisah, tetap dapat merasakan kedekatan dan kehangatan satu sama lain. IA tidak saja menjaga saya dan Aon di rumah sakit. Suami yang jauh bekerja tetap dipelihara imannya untuk tidak berhenti mendoakan istri dan anak-anak. Si kakak di rumah bersama pembantu juga IA jagai dengan baik.

Dan pada hari kelima di rumah sakit, Aon sudah mulai pulih dan mau makan lebih banyak dari kemarin. Puji Tuhan, dokter mengatakan sudah boleh pulang besok. Oh saya rasa tidak ada hal yang paling membahagiakan selain melihat anak-anak tumbuh sehat, ceria dan aktif.

Pelajaran bertambah bagi saya. Dalam keadaan apapun pertama yang dilakukan adalah berdoa. Selanjutnya yang kedua adalah bertindak, apa yang harus diputuskan dan dilakukan. Makasih ya papaku, jangan berhenti mendoakan kami disini. Karena walaupun berjauhan, doa yang selalu mendekatkan hati kami dengan papa. Semangat bekerja.
We love you more....


Saya dan Aon



Berkati kami ya Tuhan



Pemandangan pagi hari dari balik jendela kamar Rumah Sakit