Selasa, 17 Desember 2013

11.12.13


Demi 11.12.13 KAMU telah mengkhianati DIA.
Sedih. Sudah dipilih. Sudah dewasa.

DIA salah. DIA tidak adil. DIA penyebab semua hal.
Kepahitan. Kekecewaan. Kebencian.

KAMU memang tidak lagi mengasihi DIA.
Sudah dipilih. Sudah dewasa. Sedih.


Kamis, 04 Juli 2013

Saya Suka Kencan

Perasaan saya sedang dipenuhi rasa sangat rindu dengan kekasih. Saya merindukan kencan dengannya.

Rindu pergi nonton setelah itu makan berdua dan ngobrol yang lama. Yah kencan standar yang dilakukan sepasang kekasih. Jika suami sedang cuti, kami menyempatkan diri pergi berkencan keluar rumah. Walaupun harus mengulur-ulur waktu dengan anak-anak dulu sebelum pergi, kemudian dilanjutkan dengan usaha keras memberi pengertian pada si kakak, dan senjata terakhir yaitu membuat perjanjian manis nan indah antara ayah dan anak. Yes...akhirnya kami bisa berangkat kencan. Itu kalau deal, kalau belum biasanya kembali ulang lagi dari langkah awal. Sampai langkah terakhir ada kesepakatan karena perjanjiannya benar-benar "manis".

Tetapi selanjutnya, beginilah rasanya kencannya pasangan kekasih yang telah berkeluarga. Hati saya selalu mendua, apalagi setelah tahu di mal ternyata ada pameran khusus anak, ternyata restorannya asyik ada taman bermain, makanannya ada yang cocok untuk anak-anak. Saya jadi sangat merasa bersalah dan egois. Tapi saya berusaha tetap bijak meyakinkan diri sendiri kalau kami berdua memerlukan ini sekali-kali. Padahal biasanya sebelum kami mengkhususkan hari untuk kencan, hari-hari sebelumnya kami pakai untuk mengajak anak-anak jalan-jalan, bermain dan makan diluar. Dengan harapan nantinya waktu kami berdua tidak ada lagi perasaan bersalah datang.

Ternyata kami memang sudah berubah. Kami mendapati diri kami bukan lagi pasangan kekasih yang seperti dulu. Jika dulu sebelum menikah kami bisa punya waktu mengobrol sepanjang hari didepan teras rumah orang tua saya. Kami bisa pergi nonton ontime, bisa sekedar jalan-jalan sambil berpegangan tangan, bisa duduk lama-lama makan ice cream MC.D*****. Semuanya dilakukan santai tidak buru-buru. Sekarang, kami hanya bisa menggunakan waktu kencan kami diluar, maksimal empat jam. Beruntungnya saya bukan seorang yang puitis, yang bisa menggambarkan perasaan saya selama empat jam itu dalam bait demi bait yang panjang. Hanya maksimal dan saya puas. Jika sudah lebih dari itu rasanya kok keterlaluan ya? Oh mungkin ini tandanya kami bertumbuh. Naluri dan pandangan kami bertumbuh.

Sekarang anak-anak sudah mulai mengerti untuk ditinggal. Saya jadi semakin rindu untuk berkencan. Saya sudah menyusun rencana waktu kapan kami akan berkencan seperti yang biasa saya lakukan sebelum suami akan cuti. Saya lalu minta pendapatnya dan biasanya suami hanya tinggal menyetujui saja. Saya bahkan telah mengajukan satu proposal padanya untuk mengajaknya kencan bukan hanya untuk empat jam tetapi empat hari lebih. Tetapi suami masih ragu untuk menyetujuinya. Ragu karena hatinya pun mendua. Apakah saya jadi candu? Saya suka kencan. Saya ingin tetap bisa melakukan hal ini sampai kami mencapai usia tua. Saya ingin tetap bisa melakukan hal ini walaupun nanti kami sudah tidak berjarak jauh. Saya ingin lebih melakukan ini saat anak-anak sudah dewasa dan hati kami tidak mendua lagi. Saya suka kencan.

Senin, 17 Juni 2013

Dress Polkadot Kids



Tersedia ukuran untuk 1 tahun,  2 tahun, 3 tahun


Tersedia ukuran untuk 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun


Tersedia ukuran untuk 2-3 tahun dan 4-5 tahun


Jika anda berminat silahkan memberi comment atau dapat menghubungi lewat LINE Chat id: anapatarpurba

Terima kasih,
Mama Karen


Dress Polkadot Woman






Tersedia ukuran M (LD:90cm, P:95cm) dan ukuran L (LD:92cm, P:115cm)

Jika anda berminat silahkan memberikan comment atau bisa tanyakan lewat LINE Chat id: anapatarpurba

Terima kasih,
Mama Karen


Rabu, 08 Mei 2013

Dunia Tak Selebar BBM


Entah sudah berapa kalinya saya ditanya soal pin BB (Blackberry). Minta pin BB-nya dong, mbak. Bagi pin-nya, mbak. Saya jawab, "...nggak pake BB...kalau mau chat bisa melalui Whatsapp atau Line. Setelah mendapat jawaban dari saya, mungkin mereka langsung menyelutuk dalam hati, "...hari gini nggak punya BB??..." dan mungkin saat itu juga prestige saya menurun dihadapan mereka.

Ada rasa dongkol juga dengan mereka yang langsung menanyakan pin BB. Alangkah lebih baik jika ingin bertanya pin BB, bisa kan menanyakan terlebih dahulu pada yang bersangkutan, "...maaf kamu pake BB nggak?..." atau "...kalau mau chat sama kamu via apa ya?..." bukankah ini kedengarannya lebih enak daripada langsung ditodong tanya pin BB???

Bukan karena saya tidak punya BB. Kalau kelebihan yang dimiliki BB hanya karena bisa BBM (Blackberry Messenger), ponsel pintar yang lain pun bisa. Ada banyak cara yang lebih asyik untuk chatting. Saya pribadi lebih enjoy memakai ponsel pintar berbasis Android. Dan pilihan untuk bersosialisasi banyak, tidak monoton hanya terpaku pada BBM. Tidak monoton. Oh, maaf bukan ingin membandingkan. Saya akui saya tidak mengetahui jelas kelebihan dan kekurangan dari ponsel-ponsel pintar ini.

Plisss...dunia ini tidak selebar BBM, teman. Saya risih dengan pertanyaan pin BB, dan ini mempengaruhi pikiran saya untuk langsung menilai karakter orang tersebut. Karakter seperti apa? Rahasia.

Tapi saya tidak membenci BB, saat ini saya memakai Android karena kebutuhan. Kebutuhan akan berbagai hal. Dan semuanya ada di ponsel Android. Oke, mungkin suatu saat nanti satu dunia ini akan selebar dan penuh  sesak dengan BBM, mau tidak mau saya pun harus punya BB kan...


Selasa, 30 April 2013

Mereka Semakin Besar


Bajuku dulu tak begini.... 
Eyen dan Aon, kedua anak perempuan saya sudah semakin besar. Terima kasih Tuhan, mereka bertumbuh dengan normal, hari  demi hari semakin pintar dan cantik.

Sudah waktunya belikan baju-baju baru dan celana dalam baru yang lebih besar. Sudah waktunya belikan sandal dan sepatu baru. Semua barang baru untuk si kakak. Si adik pakai sebagian barang baru dan sebagian lungsuran dari kakak. Begitulah yang dikatakan suami, "...mumpung si adik belum ngerti, biar aja pakai punya kakak, sayang uangnya...". Betapa beruntungnya saya, adik mau memakai baju kakak dengan sukacita.

Eyen dan Aon...
Kakak yang mandiri, adik yang manja. Kakak yang pendiam, adik yang ceriwis. Kakak yang bongsor, adik yang ceking. Kakak yang suka bantu mama, adikpun ikut-ikutan. Kakak yang mudah memaafkan, adik juga. Kakak yang berani sama belalang, adik tidak. Kakak takut memanjat, adik lebih berani. 

Ah, kenapa saya jadi galau melihat pertumbuhan mereka? Mungkin karena dua bulan lagi kakak akan sekolah!!! Waktu cepat sekali berlalu ya!. Bukan, bukan karena waktu. Tetapi karena kakak akan menjalani separuh harinya di sekolah. Adik bakal kesepian deh di rumah. Adik atau mama??

Ya, mari kita nikmati waktu bermain ini sepuasnya, Nak. Tanpa batasan waktu. Sepuasnya. Karena dua bulan lagi, kita akan saling mengatur dan diatur oleh waktu.











Semakin besar semakin tidak mau dipeluk





Rabu, 03 April 2013

Berbagi Seperti Seorang Guru


"Eyen... cita-citamu nanti mau jadi apa?"
"Mau jadi robot, ma..."
"Haaaahhh???..... (mamanya terbengong-bengong)"

Saya lalu menjelaskan padanya arti cita-cita beserta dengan contoh-contohnya dengan pelan-pelan dan sesederhana mungkin. Akhirnya Eyen memiliki lima cita-cita. Pilot. Polisi. Pendeta. Pekerja Tambang. Guru.

Dari kelima cita-cita itu, saya memiliki perenungan sendiri tentang profesi Guru. Dan saya sempat mengucapkan dalam hati, semoga anak-anak saya kelak ada yang mau menjadi Guru.

Menurut saya benar bahwa profesi Guru adalah pekerjaan yang mulia. Jasanya sungguh besar dalam mencerdaskan anak bangsa. Jika dalam satu tahun ajaran saja, seorang Guru mengajar minimal 25 anak. Maka dalam lima tahun, seorang Guru telah ikut mencerdaskan  125 anak bangsa. Sayangnya upah Guru masih saja kecil tidak sebanding dengan jasanya yang besar.

Tetapi tidak mengapa. Upah kecil itu terbayar lunas dengan keberhasilan anak didik. Keberhasilan bukan saja dari anak didik. Tetapi datang juga dari anak kandungnya sendiri. Saya telah melihat bukti nyata dari Kakek saya. Beliau adalah seorang Guru Sekolah Dasar yang dahulu upahnya kecil, sekarang upah kebanggaan diperoleh dengan keberhasilan anak-anaknya. Demikian juga kisah hidup dari beberapa teman dan saudara yang memiliki orang tua berprofesi Guru.

Mungkin ini yang disebut sebagai hukum 'tabur tuai'. Guru, Dosen, Trainer, Pembicara, dan profesi pengajar lainnya. Mereka berbagi ilmu kepada banyak orang. Sungguh mulia.

Saya sebagai Ibu Rumah Tangga atau saya sebagai profesi apapun, belajar dari profesi Guru menjadikan 'berbagi' sebagai bagian dari tanggung jawab profesi. Bukan karena dengan berbagi akan mendapat upah materi yang besar. Hanya berbagi dengan hati yang tulus. Berbagi ilmu. Berbagi hal positif tentunya. Kepada banyak orang. Kepada lebih banyak orang.

Karena saya pun mau menuai. Kelak anak-anak saya berhasil seperti anak-anaknya seorang Guru.


Minggu, 03 Maret 2013

Kekasih dan Airport


Minggu pagi mengantar kekasih ke airport.
Siapa bilang ke airport itu asyik ???                                                    

Tetapi lebih baik ikut mengantar dari pada tinggal di rumah.
Minimal saya memiliki waktu 10 menit bersamanya di perjalanan menuju airport.
Jika flight delayed, saya akan lebih lama bersamanya di sana.
Sedikit lebih lama. Lumayan lama.
Ini jauh lebih baik dari sekedar salam dan ciuman kemudian buru-buru kembali pulang.

Aktivitas di airport. Mengantar atau diantar. Menjemput atau dijemput.
Pilih mana ???



Rabu, 13 Februari 2013

I Miss You, We Miss You More


"Gawat...kangen berat nih, ma..."
"Kangen kalian nih disitu..."
"Kangen dua boru Purba eee..."
"Hai ma, I miss you so much..."

Yeah...seperti kutipan lirik lagu Sabda Rindu milik Glenn Fredly
"....lebih baik katakan apa adanya bila memang rindu...karena waktu takkan mampu berpihak pada perasaan yang meragu...."

"We miss  you more, papaku..."
"I miss you more than you..."
"Su rindu skali eee..."
"Selamat kangen..."

(tarik napas panjang  dan dalam) masih tiga hari lagi...

Saling merindukan itu anugerah.


Rabu, 06 Februari 2013

Balada Istri Pekerja Tambang


Saya ingat waktu kami, saya dan suami menjalani hubungan jarak jauh selama 2 tahun sebelum pernikahan, saya pernah berkata pada diri saya sendiri jika nanti sudah menikah, saya tidak mau hidup berjauhan dengan suami.  Kemanapun suami bertugas, mau ke pedalaman sekalipun saya mau ikut.

Awal-awal menikah sih bisa ikut suami sampai anak pertama lahir dan bertumbuh sampai usia 7 bulan. Setelah itu karena suami pindah ke tempat kerja baru yang tidak memungkinkan untuk membawa keluarga, dengan "terpaksa" saya harus terpisah jarak dengannya. Suatu keputusan yang berat bagi kami.

Jika disuruh memilih antara tetap tinggal di kota sementara terpisah dengan suami yang bekerja beberapa minggu saja, atau memilih tinggal bersama-sama di tempat pekerjaan di daerah pedalaman dengan kondisi anak-anak yang masih balita. Saya tetap memilih ikut suami. Ke pedalaman pun tak apa. Idealnya hidup sebagai keluarga yang utuh. Susah senang dirasakan bersama-sama. Idealnya begitu. Kami telah membahas dan mempertimbangkan banyak hal. Demi apa? Tentu saja demi masa depan anak-anak dan keluarga.

Sampai saya menulis ini tidak terasa kami sudah menjalani berumah tangga jarak jauh 2,5 tahun. Inilah hidup. Mari kita nikmati saja dengan rasa syukur yang besar. Tidak perlu memikirkan pendapat orang yang katanya pekerja tambang disana suka main perempuan. Tidak takutkah? Saya jawab tidak. Katanya anak-anak bisa gampang jatuh sakit jika berjauhan dengan papanya. Tidak kuatirkah? Saya jawab tidak.

Karena saya punya pengharapan dalam doa. Sudah terbukti bahwa doa yang mendekatkan saya dan suami, anak-anak dengan papanya. Selain teknologi komunikasi tentunya. Doa meneguhkan iman kami untuk tetap menjaga kepercayaan dan kesetiaan masing-masing. Karena saya dianggap mampu menjalani hubungan jarak jauh ini, maka saya pun diberi kekuatan untuk mengalaminya.

Puji Tuhan malahan banyak yang mengatakan, kami bisa terus seperti pengantin baru. Puji Tuhan ini bonus buat kami...


Jumat, 01 Februari 2013

Jauh Di Mata, Tetap Dekat Karena Doa


Beberapa hari yang lalu anak saya yang kedua, Sharon (Aon) sakit demam dan harus dirawat di Rumah Sakit. Sepele ya...Hanya demam biasa saja sampai dirawat 6 hari. Sebenarnya tidak sepele karena Aon pernah punya riwayat satu kali kejang pada akhir Desember yang lalu sehingga saya menjadi kuatir ketika  dua malam berturut-turut panasnya tidak turun-turun juga. Suhunya tetap kekeuh di angka 38.

Saya panik, gemetaran, bingung juga. Keadaan menjadi semakin melow dengan kesendirian saya di rumah tanpa suami yang sedang bekerja jauh di luar pulau. Suami pun jadi tidak tenang bekerja disana. Tetapi ia masih bisa menyarankan saya untuk berdoa setelah itu putuskan apa yang harus dilakukan.

Malam kedua, akhirnya saya bawa Aon ke IGD Rumah Sakit yang tidak jauh dari rumah. Dan mulai rawat inap. Oh untuk kedua kalinya dia harus diinfus lagi. Padahal belum genap sebulan jarak dari lepas infus pertama. Saya hanya bisa memeluknya kuat ketika teriak tangisnya mulai memekak. Angka 38 masih saja betah diketiaknya Aon.

Bersyukur mendapat dokter spesialis anak yang baik. Menurut saya baik karena tidak memberi banyak obat untuk Aon yang masih berumur 1 tahun 9 bulan. Hanya obat penurun panas saja. Hasil periksa darah juga menunjukkan semuanya baik. Tidak ada tanda-tanda demam berdarah atau penyakit lainnya. Penyebabnya hanya virus biasa, gejala batuk dan pilek.

Malam ketiga, saya malah mendapat nasehat dari orang tua dan mertua supaya Aon dipindahkan saja ke rumah sakit lain yang lebih baik. Suami pun ikut terpengaruh. Tetapi saya bersyukur suami masih bijaksana untuk menyerahkan sepenuhnya pada saya yang lebih tahu kondisi Aon saat itu. Saya katakan padanya, bahwa saya percaya dengan yang dikatakan dokter. Aon baik-baik saja hanya karena virus biasa. Dokter tidak memberikan antibiotik. Tinggal saya saja yang harus lebih bersabar.

Suami mendukung keputusan saya. Dan ini sungguh menyemangati saya mengurus Aon sebaik mungkin. Meneteki ASI sambil mengompres, menyuapi, bergadang tiap malam sudah pasti, lelah fisik, lelah hati, mata sembab, kusut.  Saya rasa semua Ibu pasti mengalami hal yang sama saat anak sedang sakit. Bahkan ketika anak susah untuk makan dan minum obat. Kesabaran benar-benar diuji dan hikmatlah yang diminta bagaimana caranya supaya anak mau makan dan minum obat.

Sungguh bersyukur Tuhanku masih dapat diandalkan. Keadaan kami sekeluarga yang berada pada tempat terpisah, tetap dapat merasakan kedekatan dan kehangatan satu sama lain. IA tidak saja menjaga saya dan Aon di rumah sakit. Suami yang jauh bekerja tetap dipelihara imannya untuk tidak berhenti mendoakan istri dan anak-anak. Si kakak di rumah bersama pembantu juga IA jagai dengan baik.

Dan pada hari kelima di rumah sakit, Aon sudah mulai pulih dan mau makan lebih banyak dari kemarin. Puji Tuhan, dokter mengatakan sudah boleh pulang besok. Oh saya rasa tidak ada hal yang paling membahagiakan selain melihat anak-anak tumbuh sehat, ceria dan aktif.

Pelajaran bertambah bagi saya. Dalam keadaan apapun pertama yang dilakukan adalah berdoa. Selanjutnya yang kedua adalah bertindak, apa yang harus diputuskan dan dilakukan. Makasih ya papaku, jangan berhenti mendoakan kami disini. Karena walaupun berjauhan, doa yang selalu mendekatkan hati kami dengan papa. Semangat bekerja.
We love you more....


Saya dan Aon



Berkati kami ya Tuhan



Pemandangan pagi hari dari balik jendela kamar Rumah Sakit



Selasa, 01 Januari 2013

Our GOD is The Most


No more important than family...
But our God is the most.





Happy New Year 2013

From Our Family,
Op. Karen Purba
PALANGKARAYA