Jumat, 07 November 2014

Mensyukuri 6 Tahun Usia Pernikahan



Cinta kami bersemi saat awal musim penghujan datang
Yang saya ingat waktu itu
Enam tahun yang lalu
Hujan lebat turun saat resepsi akan dimulai
Seakan-akan ingin menghadiahi kami dengan berkat yang melimpah


Cinta kami bersemi saat musim mangga datang
Yang saya ingat waktu itu
Enam tahun yang lalu
Buah mangga sedang ranum-ranumnya
Warna hijau kekuning-kuningan yang menggoda dan harumnya semerbak sepanjang jalanan kota
Seakan-akan ingin menghadiahi kami dengan suasana manis, sedap dan penuh gairah


Cinta kami bersemi saat hari baik itu datang
Yang saya ingat waktu itu
Enam tahun yang lalu
Tuhan mempersatukan cinta kami dengan kasih-Nya yang sempurna
Bukan seakan-akan
Benar, IA menghadiahi kami dengan kasih yang sempurna
Berkat yang melimpah, sedap dan penuh gairah


Cinta kami bersemi hari ini, 6 tahun usia pernikahan
Sungguh bersyukur
Hanya karena kasih, IA membangun
Hanya oleh kasih, IA mengawal
Sungguh, kami bersyukur


08 November 2008

Happy Wedding Anniversary 6th



Selasa, 04 November 2014

Hobby Corat-coret


Semua berawal dari kebiasaan suka lupa. Saya menjadi pelupa. Dan terpikirkan untuk mulai mencatat hal-hal penting atau menulisnya di handphone. Tapi sama saja. Handphone terasa belum maksimal sebagai pengingat padahal sudah dilengkapi dengan alarm. Itu karena setiap alarm pengingat berbunyi, saya selalu mematikan kembali. Pantesan.

Akhirnya saya membeli sebuah buku agenda kecil. Halaman pertama mulai penuh dengan beberapa hal penting yang harus dilakukan. Halaman kedua, mulai mikir-mikir apa yang harus ditulis. Tidak sampai penuh. Halaman ketiga sama sekali tidak ada ide. Blank.

Oke, mari corat-coret saja. Dan ini gambar coretan pertama di agenda.

Terinspirasi dari bahan saat teduh Yohanes 21: 15c

Lanjut coretan kedua.

Inspirasi dari saya dan kedua puteri saya, Karenhapukh dan Sharon


Dari dua gambar corat-coret ini, saya mulai teringat masa-masa saya di Sekolah Menengah Pertama. Saya sudah mulai mencorat-coret saat itu. Terus berlanjut sampai Sekolah Menengah Atas. Jika sedang bosan atau malas belajar, saya mulai mencorat-coret dimana saja, di kertas atau buku tentunya. Sampai ada ide, waktu itu saya membeli sebuah buku diary dengan kertasnya yang berwarna-warni. Buku diary itu saya khususkan untuk corat-coret dengan maksud supaya saya tidak lagi mencorat-coret di sembarang buku. Dan buku corat-coret itu bukan saja berisi coretan saya, tetapi saya juga meminta teman-teman saya untuk silahkan mencorat-coret dengan bebas. Terserah mereka mau mencoret apa saja. Ah, jadi merindukan masa-masa SMA. SMA Negeri 2 Ambon. Penuh kenangan.

Dimanakah keberadaan buku itu sekarang? saya lupa. Tapi isi buku itu, saya tidak lupa. Ada coretan dari Audrey, teman sebangku saya. Melly, Tein, Ike, Irfai, Linda dan teman sebangkunya (saya lupa), Ronald Aldo dan paling saya ingat coretan dari Neni. Coretan Neni sangat khas bergaya komik-komik remaja dari Jepang. Semoga nanti saya menemukan bukunya.

Corat-coret. Hobby baru yang telah lama ditinggalkan. Saya menyukainya. Saya jadi tahu sekarang apa yang akan saya kerjakan bila bosan melanda. Agenda, pulpen dan corat-coret.


 




Long Distance Relationship (LDR)


Katanya LDR itu seperti bulan dan mentari yang tidak akan pernah bersatu. Jangan pernah percaya pada "katanya..."


"selamat pagi, bulan..."


Lihat, si bulan dengan setia dan sabar menunggu mentari datang, untuk bertemu dan berkasih-sayangan walaupun hanya sebentar.
Tidak mengapa.
Apalah arti cinta tanpa rindu yang membara.


*photo taken from Pelem Wulung Baru house

Senin, 20 Oktober 2014

UKM Kristen UPN Yogyakarta


Saya merasa bersyukur sekali. Mengingat masa-masa muda sebagai seorang mahasiswa. Entah apa jadinya saya, jika dulu tidak kuliah di UPN dan tidak aktif di UKM Kristen UPN. Banyak hal terjadi disana yang ikut membentuk karakter saya hingga masa kini. Saya "ditangkap" Tuhan untuk mengerjakan bagian saya sebagai pelayan-Nya.

Tidak mudah menjalani masa-masa itu. Saya harus mengakui bahwa saya pernah beberapa kali gagal. Terutama pembagian waktu antara kuliah, keluarga dan pelayanan.

Lagi-lagi, segala sesuatu adalah proses pembentukan karakter dan pendewasaan pribadi. Dan tiap-tiap orang mendapatkan proses yang berbeda-beda. Tidak ada yang sia-sia. Asalkan, kita mau bangkit dan mau membuka hati untuk diubahkan.

Kebersamaan dalam perjuangan mewujudkan visi dan misi mulai dari kegiatan kecil sampai kegiatan besar adalah kenangan yang tidak akan pernah terlupakan. Kepala jadi kaki, kaki jadi kepala, badan remuk, kacau, gagal, nol, air mata mengalir deras, sukacita yang meluap. Dan kenangan-kenangan lainnya yang indah dan mengecewakan. Sekali lagi, tidak ada yang sia-sia. Ketika kita mengingatnya kembali, semuanya adalah kenangan indah yang mendatangkan kebaikan.

Tetapi kelanjutannya adalah akan jadi apa kita sekarang dan nanti, tetaplah memiliki hubungan yang 'intim' dengan Tuhan. Seiring waktu berjalan, orangpun mengalami perubahan. Lulus kuliah, bekerja, menikah dan tua. Ada yang tetap setia ada pula yang semakin redup dan akhirnya menyerah. Kenangan indah terlupakan begitu saja karena kehilangan waktu pribadi dan komunitas. Ya, waktu pribadi dan komunitas.

Entah apa jadinya saya, jika dulu tidak aktif dan bertumbuh di UKM Kristen. Tidak ada yang sia-sia. Visi Yesus Dimuliakan di Kampus kami, terus berlanjut menjadi visi dalam kehidupan pekerjaan dan pernikahan saya.

  


Menyenangkan TUHAN


"Baru mau mendaftar CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) saja, sudah galau setengah mati. Antara menyenangkan orang tua atau suami dan anak-anak. Maunya saya jadi ibu rumah tangga saja, dekat dengan anak-anak jauh lebih berharga. Tetapi saat melihat wajah bapak dan ibu, saya... saya pasrah. Padahal ini baru mau mendaftar saja."


Ini tulisan status saya di path waktu itu pertengahan bulan september 2014. Dan suami saya langsung mengomentari dari tempatnya bekerja, "jangan menyenangkan manusia beib, (orang tua, suami dan anak-anak), nanti galau. Menyenangkan hati Tuhan aja."

Dukungan dari suami sangat berarti bagi saya. Walaupun saya tahu, dalam hatinya menginginkan saya "kalau bisa" tetap menjadi ibu rumah tangga saja. Kami sama-sama berdoa untuk hal ini. Bahwa, Tuhan saja yang berkehendak dan disenangkan atas proses ini.

Saya berusaha sekuatnya dan memberikan yang terbaik. Saatnya hasil keputusan itu ada, bukan karena kepintaran, kebodohan, kemalasan atau kelebihan dan kekurangan saya. Tetapi hanya karena kasih karunia Tuhan untuk mendatangkan kebaikan bagi hidup saya pribadi dan bagi keluarga. Sekali lagi, bukan untuk menyenangkan orang tua, suami dan anak-anak, melainkan untuk kesenangan dan kemuliaan Tuhanku. Amin.

Semangat!




Balada Istri Pekerja Tambang (2) - Sindrom Cuti


Sindrom ditinggal suami bekerja jauh.
Hari pertama dan kedua tidak semangat beraktivitas. Selanjutnya, biasa saja. Ya, menjalani hari seperti biasanya.

Sindrom suami akan pulang cuti.
Dua dan satu hari sebelumnya menahan-nahan rindu ingin segera bertemu.

Sindrom suami cuti di rumah.
Hari pertama dan kedua semangat beraktivitas, memasak makanan yang spesial. Selanjutnya biasa saja, ngeselin, mesra, ngambek-ngambekan, mesra, diam-diaman, mesra lagi.

Sindrom suami akan selesai cuti.
Dua dan satu hari sebelumnya, maunya dekat dan mesra terus dengan suami. Rasanya nyesel banget kenapa tidak bisa mengontrol emosi dan lebih sabar.

Ini dia, tantangan berumah tangga. Apapun keadaannya tetap bersyukur dan terus belajar. Dia bukanlah suami yang sempurna, tetapi saya sangat bersyukur, dia suami yang terbaik.

Terima kasih suamiku yang baik. Selalu mau mengerti istrimu yang cerewet, egois dan sulit move on. Love is you. 

Selasa, 17 Juni 2014

Ibu Rumah Tangga Sepenuhnya


Menjadi seorang ibu rumah tangga tidaklah mudah. Tetapi sebenarnya menurut mereka yang berkarir dan bekerja di luar rumah, menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya adalah mudah dan enak. Oh ya? begitukah? Maka saya harus bersyukur.

Beberapa teman berkomentar, "enak ya di rumah, bisa tidur siang, bisa dekat sama anak seharian". Dan komentar balasan dari saya, "semua ada enak dan tidak enaknya kok, bekerja atau tidak bekerja pasti ada suka dan dukanya masing-masing.

Memilih untuk menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, adalah murni pilihan saya sejak memiliki anak. Suami juga mendukung walaupun pernah beberapa kali bertanya apakah saya mau bekerja lagi? jika iya, dipertimbangkan dan dipersiapkan saja baik-baik. Saya menjawab, ah saya sudah tidak percaya diri lagi untuk bekerja kantoran.

Terkadang saat sedang menatap wajah kedua orang tua, saya jadi plin plan dengan keputusan ini. Saya pun ingin membanggakan mereka dengan sebuah nama perusahaan atau instansi. Ingin membayar hutang-hutang jerih payah mereka sampai saya menjadi sarjana. Pada akhirnya, saya dapat merenungkan bahwa menjadi seorang ibu rumah tangga sepenuhnya atau seorang ibu rumah tangga yang berkarir, bahwa seorang ibu haruslah tetap menempuh pendidikan tinggi. Karena bagaimanapun kecerdasan ibu akan menular pada anak-anaknya.

Baiklah, saya menikmati saja saat-saat ini sebagai seorang ibu rumah tangga sepenuhnya. Memiliki waktu lebih banyak dengan anak-anak, waktu cukup untuk pelayanan di gereja, sosialisasi dengan lingkungan RT, bisa tetap ada di rumah saat suami cuti, membaca buku, menonton, jalan-jalan keluar rumah, melek internet, perawatan tubuh, jogging. Asalkan tidak bergosip, tidak melulu mengurus rumah dan anak-anak.

Ada yang menyinggung soal materi. Tetapi saya tidak ingin membahasnya. Saya ingin bersyukur saja, saya ingin menikmati saja dan menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya menata keluarga dan mengasuh anak-anak. Semua ada waktunya. Jika saya nantinya diberi kesempatan untuk bekerja lagi, waktunya akan datang dan saya siap. Maka saya bersyukur. Saya seorang ibu rumah tangga sepenuhnya.