Selasa, 30 April 2013

Mereka Semakin Besar


Bajuku dulu tak begini.... 
Eyen dan Aon, kedua anak perempuan saya sudah semakin besar. Terima kasih Tuhan, mereka bertumbuh dengan normal, hari  demi hari semakin pintar dan cantik.

Sudah waktunya belikan baju-baju baru dan celana dalam baru yang lebih besar. Sudah waktunya belikan sandal dan sepatu baru. Semua barang baru untuk si kakak. Si adik pakai sebagian barang baru dan sebagian lungsuran dari kakak. Begitulah yang dikatakan suami, "...mumpung si adik belum ngerti, biar aja pakai punya kakak, sayang uangnya...". Betapa beruntungnya saya, adik mau memakai baju kakak dengan sukacita.

Eyen dan Aon...
Kakak yang mandiri, adik yang manja. Kakak yang pendiam, adik yang ceriwis. Kakak yang bongsor, adik yang ceking. Kakak yang suka bantu mama, adikpun ikut-ikutan. Kakak yang mudah memaafkan, adik juga. Kakak yang berani sama belalang, adik tidak. Kakak takut memanjat, adik lebih berani. 

Ah, kenapa saya jadi galau melihat pertumbuhan mereka? Mungkin karena dua bulan lagi kakak akan sekolah!!! Waktu cepat sekali berlalu ya!. Bukan, bukan karena waktu. Tetapi karena kakak akan menjalani separuh harinya di sekolah. Adik bakal kesepian deh di rumah. Adik atau mama??

Ya, mari kita nikmati waktu bermain ini sepuasnya, Nak. Tanpa batasan waktu. Sepuasnya. Karena dua bulan lagi, kita akan saling mengatur dan diatur oleh waktu.











Semakin besar semakin tidak mau dipeluk





Rabu, 03 April 2013

Berbagi Seperti Seorang Guru


"Eyen... cita-citamu nanti mau jadi apa?"
"Mau jadi robot, ma..."
"Haaaahhh???..... (mamanya terbengong-bengong)"

Saya lalu menjelaskan padanya arti cita-cita beserta dengan contoh-contohnya dengan pelan-pelan dan sesederhana mungkin. Akhirnya Eyen memiliki lima cita-cita. Pilot. Polisi. Pendeta. Pekerja Tambang. Guru.

Dari kelima cita-cita itu, saya memiliki perenungan sendiri tentang profesi Guru. Dan saya sempat mengucapkan dalam hati, semoga anak-anak saya kelak ada yang mau menjadi Guru.

Menurut saya benar bahwa profesi Guru adalah pekerjaan yang mulia. Jasanya sungguh besar dalam mencerdaskan anak bangsa. Jika dalam satu tahun ajaran saja, seorang Guru mengajar minimal 25 anak. Maka dalam lima tahun, seorang Guru telah ikut mencerdaskan  125 anak bangsa. Sayangnya upah Guru masih saja kecil tidak sebanding dengan jasanya yang besar.

Tetapi tidak mengapa. Upah kecil itu terbayar lunas dengan keberhasilan anak didik. Keberhasilan bukan saja dari anak didik. Tetapi datang juga dari anak kandungnya sendiri. Saya telah melihat bukti nyata dari Kakek saya. Beliau adalah seorang Guru Sekolah Dasar yang dahulu upahnya kecil, sekarang upah kebanggaan diperoleh dengan keberhasilan anak-anaknya. Demikian juga kisah hidup dari beberapa teman dan saudara yang memiliki orang tua berprofesi Guru.

Mungkin ini yang disebut sebagai hukum 'tabur tuai'. Guru, Dosen, Trainer, Pembicara, dan profesi pengajar lainnya. Mereka berbagi ilmu kepada banyak orang. Sungguh mulia.

Saya sebagai Ibu Rumah Tangga atau saya sebagai profesi apapun, belajar dari profesi Guru menjadikan 'berbagi' sebagai bagian dari tanggung jawab profesi. Bukan karena dengan berbagi akan mendapat upah materi yang besar. Hanya berbagi dengan hati yang tulus. Berbagi ilmu. Berbagi hal positif tentunya. Kepada banyak orang. Kepada lebih banyak orang.

Karena saya pun mau menuai. Kelak anak-anak saya berhasil seperti anak-anaknya seorang Guru.